Pada kenyataannya, pernyataan mendasar Darwinisme sepenuhnya tidaklah ilmiah, dan ketiadaan nalarnya sedemikian jelas sehingga anak usia sekolah dasar pun dapat melihatnya. Menurut Darwinisme, dengan cara yang tidak dapat dijelaskan, sel pertama diduga terbentuk di lingkungan zaman purba bumi, dalam sebuah genangan air berlumpur. Dan dari sel tunggal itu, serangkaian kejadian kebetulan tanpa akhir benar-benar memunculkan hewan, tumbuhan, manusia dan peradaban. Dengan kata lain, seluruh umat manusia, dan juga seluruh kerajaan tumbuhan dan hewan, diyakini sebagai hasil karya lumpur berkadar tepat, waktu yang lama dan berlimpah kejadian kebetulan.
Menurut kaum Darwinis, yang menderita kekurangan nalar yang jelas, bahan-bahan tadi, yang masing-masingnya tidak berkesadaran, memunculkan manusia yang memiliki akal dan kesadaran, yang berpikir, mencintai, merasa kasihan, memiliki penilaian bijaksana, menghasilkan lukisan dan patung, menggubah simponi, menulis buku cerita, membangun pencakar langit, membangun reaktor nuklir, menemukan penyebab penyakit dan meramu obat untuk mengobatinya, atau berpolitik. Mereka menyatakan bahwa ketika waktu yang cukup telah terlewati, singa, harimau, kelinci, rusa, gajah, kucing, anjing, ngengat, lalat, buaya dan burung semuanya berevolusi secara kebetulan dari air berlumpur. Semua jenis buah-buahan dan sayur-mayur, dengan rasa dan aromanya yang khas – jeruk, strawberi, pisang, apel, anggur, tomat, lada – bunga dengan bentuk yang tiada bandingannya dan tetumbuhan lain kesemuanya muncul dari lumpur yang sama.
Singkatnya, sejak zaman Darwin, tak terhitung tulisan, karya tulis ilmiah, film, laporan surat kabar, artikel majalah dan acara televisi telah mengulang-ulang cerita evolusionis bahwa semua bentuk kehidupan muncul secara kebetulan dari lumpur. Dengan kata lain, jika Anda bertanya pada seorang Darwinis “Bagaimana peradaban kita muncul?” atau, “Bagaimana begitu banyak bentuk kehidupan muncul menjadi ada?” atau, “Bagaimana manusia menjadi ada?” Inti jawaban yang akan Anda terima adalah ini: Kejadian-kejadian kebetulan memunculkan semua hal tersebut dari lumpur, seiring berjalannya waktu.
Tak diragukan, seseorang mestilah tidak berakal atau tidak memiliki sarana pemahaman apa pun untuk mempercayai dongeng semacam itu. Namun anehnya, teori yang sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan nalar itu memiliki pengikut selama bertahun-tahun dan masih terus disebarluaskan dengan bungkus ilmiah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar